Maret 23, 2025

Terusan Suez adalah sebuah terusan kapal sepanjang 163 km yang terletak di Mesir, menghubungkan Pelabuhan Said di Laut Tengah dengan Suez di Laut Merah. Terusan ini sangat penting dalam dunia perniagaan karena memang letaknya yang cukup startegis, ketika dahulu untuk berniaga dari Eropa ke Asia harus memutari dulu Afrika, setelah terusan ini dibangun maka tidak perlu lagi untuk berputar. Walupun ada yang mengatakan konsep atau ide pembuatan ini pernah sempat difikirkan oleh Napolen Bonaparte, namun Terusan Suez ini diresmikan tahun 1869 dan dibangun atas prakarsa insinyur Prancis yang bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps.

Melihat betapa pentingnya terusan ini maka pada tahun 1875, Britania membeli saham dari Suez Canal Company, memperoleh sebagian kekuasaan atas pengoperasian terusan dan membaginya dengan investor swasta Prancis. Pada tahun 1882, selama invasi dan pendudukan Mesir, Britania Raya secara de facto menguasai terusan ini. Seperti mungkin ada pepatah mengatakan, ada gula maka ada semut, maka dalam era Perang Dunia I Terusan Suez yang saat itu berada di bawah kekuasan Inggris, diserang oleh pasukan Jerman dan Turki Ottoman. Posisi Suez yang sangat strategis, yaitu menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah, menjadikan terusan ini objek rebutan antara pasukan Sekutu dan poros.

Setelah Perang Dunia 2 selesai, pada Mei 1948, Mandat Britania atas Palestina berakhir, dan tentara Britania mundur dari wilayah tersebut. Deklarasi Kemerdekaan Israel dideklarasikan, dan ditentang oleh Liga Arab. Hal ini menyebabkan terjadinya Perang Arab-Israel 1948. Tentara Israel berhasil memenangkan perang melawan Arab, termasuk Mesir. Negosiasi perdamaian setelah perang gagal, ditambah dengan meningkatnya ketegangan perbatasan antara Israel dan tetangganya, menyebabkan meningkatnya permusuhan antara Arab dan Israel. Terlebih pada saat Mesir dipimpin oleh Gamal Abdel Nasser yang terkenal dengan sangat anti dengan Israel membuat situasi diwilayah tersebut menjadi cukup panas.

Pada bulan Juli 1956, Gamal Abdel Nasser, mengumumkan nasionalisasi Perusahaan Kanal Suez milik Perancis-Inggris. Tindakan ini dianggap sebagai cara untuk mendanai proyek Bendungan Aswan-nya, yang pembiayaannya telah ditolak oleh Amerika karena Mesir telah menandatangani kontrak besar pembelian senjata dari blok Soviet. Pihak Mesir percaya bahwa hanya dalam waktu lima tahun bea yang dikumpulkan dari kapal-kapal yang melewati Terusan Suez akan mampu membiayai pembangunan bendungan; yang menjadi elemen kunci dari industrialisasi yang direncanakan Mesir. Tindakan Nasionalisasi Perusahan Kanal Suez oleh Nasser membuat marah Inggris dan Prancis. Tidak hanya dua negara ini saja, Israel juga sudah memiliki masalah dengan Mesir yang masih belum menerima kehadiran Israel sebagai sebuah negara. Israel juga ingin membuka kembali Selat Tiran yang sedang diblokade oleh Mesir.

Akhirnya pada tanggal 29 Oktober 1956, Israel menjadi negara pertama yang melakukan invasi ke wilayah Sinai dan menuju ke Terusan Suez. Invasi militer yang dilakukan oleh Israel ini didukung oleh Inggris dan Prancis. Karena ini adalah masa dimana dunia juga sedang dalam periode Perang Dingin, Uni Soviet lantas menanggapi peristiwa invasi tiga negara tersebut dengan ancaman akan menghujani Eropa Barat dengan misil nuklir jika pasukan Britania Raya-Israel-Prancis tidak mundur dari Mesir. Melihat kondisi yang semakin memanas di wilayah Sinai – Suez dan juga akan membahayakan kepentingan banyak pihak, maka Menteri Luar Negeri Kanada yaitu Lester B. Pearson, mengajak PBB untuk meredakan ketegangan yang terjadi. Amerika Serikat pun turut turun tangan dengan cara mengancam sanksi ekonomi terhadap Britania Raya-Israel-Prancis jika mereka tidak menghentikan serangan di Mesir. Walaupun sebenarnya Amerika Serikat juga cukup khawatir apabila Mesir semakin mesra dengan musuhnya yaitu Uni Soviet. Sehingga sangat diperlukan cara untuk menghentikan rasa simpatik Mesir terhadap Uni Soviet. Akhirnya, ancaman sanksi ekonomi dari Amerika berhasil membuat nyali Britania Raya dan Prancis ciut dan mulai menarik mundur pasukan pada Desember sedangkan Israel mengikuti tindakan serupa pada Maret 1957.