Maret 23, 2025
Salah satu corak pemberontakannya ada yang bersifat ideologis seperti yang pernah dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Seperti namanya, dua kelompok ini mengusung atau ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.

Pada tahun-tahun awal kemerdekaan atau antara tahun 1948-1965 Indonesia mengalami banyak pemberontakan. Salah satu corak pemberontakannya ada yang bersifat ideologis seperti yang pernah dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Seperti namanya, dua kelompok ini mengusung atau ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Hal ini pulalah yang nantinya menyebabkan kedua kelompok ini sekarang dianggap kelompok yang terlarang.

  • PEMBERONTAKAN PKI DI MADIUN: Madiun Affair

Pemberontakan ini diinisiasi oleh seorang tokoh komunis yang bernama Munawar Muso, atau nanti kita kenal dengan nama Muso. Muso merupakan sosok yang sebenarnya sudah cukup lama (dari tahun 1920an) dekat dan aktif dipergerakan komunis baik di Indonesia (dahulu Hindia-Belanda) maupun diluar negeri (seperti contoh di Moskow dia pernah menjadi anggota Komunis Internasional disana). Pada tahun 1926 Muso juga salah satu orang yang ditangkap oleh pemerintah Hindia-Belanda akibat pemberontakan PKI di Batavia (Jakarta), dan berakhir dengan keputusan pemerintah bahwa PKI dinyatakan sebagai partai yang terlarang. Namun setelah dibebaskan, dia memilih untuk keluar negeri. Iya, negara yang dia pilih adalah Uni Soviet.

Setelah Indonesia merdeka, dengan ditandai dibacakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh salah satu kawan satu kostannya ketika di Paneleh Surabaya, Muso akhirnya pulang ke Indonesia dan sempat bertemu dengan kawan lamanya, yaitu Soekarno. Mereka bertemu di Jogjakarta pada bulan Agustus 1948, sebulan sebelum meletusnya pemberontakan di Madiun. Seperti layaknya pertemuan dengan kawan lama, mereka banyak berbincang mengenai bagaimana kondisi politik didunia, terutama yang berhubungan dengan komunis dan sosialis, sebelum mereka berpisah, sebenarnya Soekarno sempat berpesan kepada Muso untuk dapat membantu ketertiban di Indonesia dan Muso sempat berkata “Itu memang kewajiban saya, Saya datang kesini untuk menciptakan ketertiban”.

Pernyataan Muso didepan Soekarno, ternyata malah sebaliknya, Muso malah justru membuat kekacauan di Indonesia, khususnya di Jawa bersama dengan Amir Syarifuddin Harahap. Amir Syarifuddin merupakan salah satu mantan Perdana Menteri Indonesia dan dia menjadi tokoh negosiator perjanjian Renville (1947). Kita sama-sama tahu, hasil perjanjian Renville dianggap merugikan bagi pihak Indonesia, sehingga sudah dapat ditebak, Amir mendapatkan banyak sindiran, kritikan bahkan dipersalahkan oleh beberapa orang atau kelompok lainnya, seperti tokoh-tokoh Masyumi maupun Nasionalis lainnya. Hal ini lah yang akhirnya Amir Syarifuddin memilih mundur dari Jabatannya. Setelah mundur dan kecewa, dia lalu menghimpun kekuatan golongan-golongan kiri seperti Sosialis dan Komunis dengan membentuk sebuah organisasi yang bernama Front Demokratik Rakyat (FDR) pada bulan Februari 1948, dimana FDR berisi dari beberapa unsur seperti anggota-anggota PKI, Partai Sosialis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, SOBSI dan Pesindo. Tidak hanya itu saja, Amir dengan FDR nya menjadi pihak oposisinya kabinet Hatta 1.

Kekecewaan dan kesakithatiaan Amir Syarifuddin inilah yang dimenjadi seperti faktor Muso mendekati Amir untuk sama-sama membuat sebuah gerakan yang tujuannya untuk membuat negara komunis ala Moskow, ya kiblatnya adalah Uni Soviet. Muso menganggap bahwa revolusi Indonesia pada masa itu sangat lambat karena dipimpin oleh orang-orang yang menurutnya borjuis. Setelah menghimpun kekuatan-kekekuatan kirinya, akhirnya pada sekitar pukul 07.00 pagi tanggal 18 September 1948 di Madiun Jawa Timur, Muso, Amir dan FDR melakukan pemberontakan dan bahkan sempat memproklamirkan Negara Republik Soviet Indonesia, dan selanjutnya pada tanggal 19nya PKI juga membentuk pemerintahan di Pati. Sebetulnya, sebelum peristiwa Madiun ini dari muali bulan Februari hingga September terjadi banyak penculikan-penculikan bahkan pembunuhan-pembunuhan.

Melihat kekacauan ini, lantas pemerintah Indonesia bertindak untuk menghancurkan gerakan yang dilancarkan oleh Muso. Bahkan ketika itu Soekano meminta untuk masyarakat membantu Pemerintah dan para aparat pemerintah untuk melawan pemberontakan ini. Pilih Bung Karno Atau Muso, dan sejarah membuktikan Muso dan golongannya menjadi orang yang kalah. Untuk memberantas gerakan makar ini, pemerintah mengangkat Kolonel Sungkono sebagai gubernur militer dan memerintahkan Kolonel A.H Nasution untuk menumpas gerakan tersebut dan Operasi penumpasannya dimulai tanggal 20 September 1948. Dalam penumpasannya, akhirnya Muso tertembak mati ketika pengejarannya di Sumoroto sebelah barat Ponorogo, sementara Amir Syarifuddin tertanggap dan dijatuhkan hukum mati. Namun pasca peristiwa Madiun, PKI memang belum dibubarkan atau dinyatakan sebagai partai yang terlarang. Hal ini dimungkinkan karena memang konsentrasi pemerintah sedang terfokus ke masalah Belanda-Indonesia.

  • PEMBERONTAKAN G30S/PKI

Peristiwa Madiun Affair jelas membuat PKI menjadi partai tersudutkan dan lemah, terlebih pemimpin-pemimpinnya banyak ditangkap dan dihukum mati. Dwipa Nusantara Aidit atau dikenal dengan D.N Aidit lebih berhati-hati ketika dia menjadi pemimpin PKI yang baru. Aidit memilih menjadikan PKI bukan lagi menjadikan pihak yang oposisi dengan pemerintah, namun justru partai yang semakin mendekatkan diri dengan pemerintah. Strategi ini dilakukan untuk menarik hati penguasa sekaligus menghimpun kekuatan yang baru dari puing-puing partainya yang porak poranda pasca Madiun Affair.

Usaha yang dilakukan oleh Aidit sepertinya berhasil, tapi tidak sepenuhnya karena masih banyak masyarakat yang mempunyai memori kelam dari peristiwa Madiun tahun 1948. Keberhasilannya ini terlihat dari PKI menjadi salah satu partai besar dalam pemilu 1955, bahkan Soekarno pernah sempat menganggap PKI mempunyai arti penting bagi Indonesia saat itu. Bagaimana tidak tahun 1959, ketika Soekarno melakukan dekrit dan menjalankan “Demokrasi Terpimpin”, PKI menjadi salahs atu Partai yang paling mendukung kebijakan tersebut. Berikutnya PKI juga berhasil mendapatkan kursi dan anggotanya juga menduduki jabatan-jabatan strategis didalam pemerintahan, tahun 1962 PKI menjadi partai pendukung pemerintah, DN Aidit dan Nyoto menjadi Menteri Penasihat. Pada tahun 1960, PKI menjadi partai terbesar di Asia Tenggara, bahkan di tahun 1965 memiliki setitar 3,5Juta anggota yang tercatat. Angka tersebut belum termasuk jumlah massa pendukung dari beberapa sayap organisasinya.

Semakin lama PKI semakin melakukan infiltrasi-infiltrasi ke musuh-musuhnya, termasuk ke golongan militer. Bahkan PKI sempat dan terus berusaha mewujudkan terbentuknya Angkatan Ke 5 (Buruh dan Tani dipersenjatai), jelas konsep dan keinginan ini ditentang oleh banyak pihak, terutama golongan tentara. Keberadaan Angkatan ke 5 ini dianggap membahayakan karena distribusi senjata tidak dapat terkendali dan pastinya akan menyangkut kepada masalah keamanan menjadi tidak akan kondusif. Jadi jelaslah, kini penentang komunis bukan hanya dari kaum agama (seperti NU, Muhammadiyah atau Persis), tetapi beberapa golongan militer yang nasionalis.

Dalam mempersiapkan pemberontakan besar keduanya setelah Indonesia merdeka, PKI setidaknya dari tahun 1964-1965, sudah beberapa kali melakukan gerakan sabotase hingga aksi-aksi sepihak yang banyak menimbulkan korban jiwa. Seperti pada tahun 1964 terjadi sabotase yang dilakukan oleh buruh kereta api sehingga menimbulkan beberapa kali kecelakaan, ditahun 1965 pada bulan Mei terjadi aksi sepihak di Bandar Betsi Sumatera yang dilakukan oleh PKI dan ormas sayap organisasinya, masih ditahun yang sama tetapi pada bulan Januari terdapat aksi sepihak yang dilakukan oleh pemuda PKI di Kanigoro Kab. Kediri.

Selain sabotase dan aksi-aksi sepihak, PKI juga menggelembungkan isu Dewan Jenderal. Isu tersebut tujuannya tidak lain untuk membuat rakyat menjadi resah serta sekaligus dijadikan alasan nanti PKI ketika melakukan pemberontakan besarnya. Dalam isu tersebut PKI menyebutkan ada beberapa Jenderal AD hendak sedang berupaya melakukan upaya kudeta kepada Soekarno. Menariknya ditahun 1964, peringatan akan adanya kudeta sempat pernah disampaikan oleh Chaerul Saleh dari Partai Murba (Partai bentukan Tan Malaka). Namun bedanya, Murba memperingatkan kepada pemerintah, PKI lah yang akan mencoba melakukan kudeta. Menyikapi peringatan Murba, PKI tentunya mengelak dan meminta kepada Presiden Soekarno untuk membubarkan Partai Murba pada tahun 1965. Ternyata peringatan Chaerul Saleh terjadi juga.

Akhirnya tibalah waktu pemberontakan PKI terbesar kedua ini dilaksanakan, dijatuhkan pemberontakan ini dilakukan pada tanggal 30 September 1965, oleh sebab itu nama gerakan ini adalah G30S, karena ini didalangi oleh PKI, maka gerakan ini lebih dikenal lagi dengan nama G30S/PKI. Walaupun ada beberapa pendapat bahwa gerakan ini lebih tepat terjadi di tanggal 1 Oktober 1965, maka Soekarno menyebut peristiwa ini dengan istilah Gestok (Gerakan Satu Oktober). Baik itu G30S/PKI ataupun Gestok, nyatanya memang ada peristiwa penculikan dan diakhiri dengan gugurnya setidaknya 6 Jenderal dan 1 Perwira pada peristiwa tersebut. Akibat peristiwa ini, kondisi di Ibu Kota khususnya menjadi genting. Beberapa objek vital senpat berhasil dikuasai oleh PKI, seperti RRI dan Monas.

Peristiwa percobaan kudeta ini ternyata memicu aksi-aksi keras dari masyarakat, terjadi gelombang aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh rakyat dan mahasiswa yang berujung dengan munculmya Tritura (Tri/Tiga Tuntutan Rakyat). Operasi-operasi penumpasan pun dilakukan setidaknya sepanjang tahun 1965-1966. Karena kondisi semakin tidak karuan, Soeharto diminta membantu Presiden untuk bertugas mengamankan dan menertibkan kondisi. Dengan bekal Supersemar (Surat Perintah 11 Maret), Soeharto melakukan tindakan-tindakan penertipan hingga penenumpasan gerombolan bersenjata ini. Akibat ketidak puasan rakyat akhirnya inilah yang menyebabkan turunnya Soekarno dari kursi kepresidenannya. Pasca peristiwa G30S/PKI, hingga saat ini PKI dijadikan sebagai partai terlarang dan pelarangan paham marxis berkembang di Indonesia.

  • PEMBERONTAKAN DI/TII

Hasil perjanjian Renville dianggap banyak pihak merugikan pihak Indonesia, alhasil banyak pihak pihak yang kecewa akan hasil perjanjian tersebut. Salah satu tokoh yang tidak puas dengan hasil perjanjian Renville adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, yang tidak lain dia juga salah satu teman dekat Soekarno ketika mereka sama-sama nge-kost di Paneleh Surabaya. Kartosuwirjo menganggap kemerdekaan Indonesia yang diraih pada tanggal 17 Agustus 1945 masih berada dibawah pengaruh bayang-bayang Belanda. Terlebih ketika perjanjian Renville, wilayah Indonesia menjadi semakin sempit dan salah satu wilayah yang dinyatakan bukan lagi wilayah Indonesia sesuai dengan perjanjian Renville adalah Jawa Barat. Kebetulan sekali, Kartosuwirjo memang berdomisili di daerah itu. Melihat kenyataan itu, Kartosuwirjo menolak untuk keluar dari Jawa Barat, justru akhirnya pada bulan Februari 1948 dia membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) dan dilanjutkan pada tanggal 7 Agustus 1949, diprokalmirkanlah Negara Islam Indonesia (NII) atau nanti lebih dikenal dengan Darul Islam/”Rumah Islam” (DI). Sehingga nama gerakan ini dikenal dengan nama DI/TII, dan pemimpin besarnya yaitu adalah Kartosuwirjo sendiri.

Selain dari bentuk kekecewaan Kartosuwirjo, tujuan pemberontakan ini adalah untuk membentuk sebuah Negara yang berlandaskan hukum Islam. Oleh karena itu dalam proklamasinya, Kartosuwirjo mengatakan “Kami Umat Islam Bangsa Indonesia menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu ialah: Hukum Islam”. Jadi kita dapat mengetahui, ruang teritorialnya adalah Indonesia. Ternyata berita proklamasi DI/TII ini terdengar kebeberapa wilayah Indonesia. Karena pada tahun-tahun tersebut memang kondisi perpolitikan kita masih labil karena banyak sekali kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan atau ketakutan ancaman teror dari komunis yang dinilai beberapa golongan terutama golongan agama, merupakan ancaman yang membahayakan, maka banyak tokoh-tokoh dibeberapa daerah memilih bergabung dengan negara bentukan Kartosuwirjo ini. Jelas ini merupakan pemberontakan yang paling merepotkan pemerintah Indonesia karena ruangnya sangat luas, tidak hanya sebatas Jawa Barat atau Pulau Jawa, melainkan beberapa wilayah di Pulau Jawa juga ada gerakan-gerakan ini.

Seperti di Aceh yang dipimpin oleh Daud Beureuh, gerakan ini terjadi karena rasa ketidak puasan dia dari adannya kebijakan dan peraturan pemerintah pusat bahwa Aceh digabungkan dengan Sumatera Utara. Banginya, ini merupakan kebohongan pemerintah pusat yang sempat menjanjikan Aceh menjadi daerah istimewa dan tidak hanya itu, dia juga merasa bahwa Aceh sudah banyak sekali menyumbangkan dana ketika awal-awal kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah menyumbangkan sebuah pesawat untuk Indonesia. Oleh karenanya Daud Beureuh menyatakan bergabung dengan DI/TII pimpinan Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.

Wilayah Sulawesi Selatan juga sempat terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Dia adalah pemimpin Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang merasa kecewa atas ditolaknya usulannya dia untuk supaya KGSS pimpinannya ini dapat diterima dan bergabung dengan Resimen Hasanuddin TNI pada 1950. Kahar Muzakar berpendapat bahwa KGSS ini juga mempunyai jasa dalam perjuangan revolusi Indonesia, seharusnya KGSS mendapatkan seperti penghargaan. Karena ditolak, maka dia memilih bergabung dengan Kartosuwirjo pada 7 Agustus 1953.

Kekecewaan atas sikap pemerintah Indonesia yang mau berunding dengan Belanda, tidak hanya oleh Kartosuwirjo, Amir Fatah juga merasakan kekecewaan tersebut, sehingga hal inilah yang menggabungkan diri dirinya ke Kartosuwirjo, dengan pusat pemberontakannya di Jawa Tengah. Amir Fatah pada 23 Agustus 1949, Amir bersama teman-temannya memutuskan bergabung dengan NII yang dipelopori oleh Kartosoewirjo. Amir Fatah merasa seideologi dan mempunyai paham yang sama mengenai bentuk negara teologis yang diusung oleh Kartosuwirjo.

Kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah juga terjadi di Kalimantan Selatan. Kali ini dilakukan oleh anggota ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia), dia adalah Letnan Dua Ibnu Hadjar. Dia kecewa atas sulitnya masuk ke TNI, sehingga banyak teman-teman seperjuangannya ketika masih bergerilya, banyak yang tidak lolos masuk ke TNI. Ibnu Hadjar merasa kecewa atas kebijakan reorganisasi ditubuh kemiliteran Indonesia. Kartosuwirjo membujuk Ibnu Hadjar untuk bergabung ke NII cabang Kalimantan dengan diimingi posisi sebagai pimpinan panglima TII di Kalimantan Selatan oleh Kartosuwirjo tahun 1954.

Jadi bisa kita bayangkan betapa luasnya teritorial gerakan DI/TII di Indonesia dan juga betapa lamanya pemberontakan ini, sehingga seperti yang sudah disampaikan diatas, pemberontakan ini dapat dikatakan dalam menumpas pemberontakan ini, yang cukup melelahkan bagi Indonesia. Hampir semua pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan kekuatan militer Indonesia, namun khusus di Aceh, pemberontakan ini berhasil diselesaikan dengan cara perundingan. Tanggal 18-22 Desember 1962, sebuah upacara besar bertajuk “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (MKRA)” dihelat di Blangpadang, Aceh, sebagai simbol perdamaian. Dalam Musyawarah ini menghasilakan bahwa Aceh menjadi daerah Istimewa yang diijinkan untuk melaksanakan otonomi daerah berupa menjalankan syariat Islam disana.