Konsep perdagangan internasional tidak lahir pada akhir-akhir ini, namun berabad-abad yang lalu sudah ada interaksi-interaksi antar bangsa untuk berdagang. Sudah sangat banyak literatur-literatur atau berita-berita masa lalu yang mengidentifikasikan bahwa adanya perdagangan antar bangsa. Salah satu wilayah yang ternyata secara tidak langsung berada dalam sistem perdagangan tersebut, adalah Nusantara (yang sekarang menjadi Indonesia). Wilayah yang sekarang kita diami dan tempati ini ternyata dari masa lampau hingga masa kini dapat dikatakan sebagai “gudangnya” sumber daya alam yang banyak dicari oleh bangsa-bangsa lain. Kekayaan alam yang kita punya menjadi konsekuensi positif dari wilayah Indonesia berada disekitar garis khatulistiwa dan menjadi jalur “Ring Of Fire“(klik tulisan untuk memcari informasi mengenai istilah tersebut), sehingga tidak hanya iklimnya saja yang bersahabat, tetapi tanahnya juga subur. Namun siapa sangka, ternyata kelebihan ini lah yang menjadi salah satu penyebab, Nusantara menjadi tempat bagi orang-orang Eropa melakukan praktik-praktik kolonialisme dan imperialismenya (konsep yang nanti akhirnya sering diistilahkan dengan penjajahan).
Terdapat beberapa kondisi terpenting di Dunia terutama di Eropa yang mempengaruhi munculnya penjelajahan samudera yang dilakukan oleh orang Eropa ke beberapa bagian dunia lainnya, sampai akhirnya mereka menemukan kepulauan Nusantara. Kondisi-kondisi yang terjadi di dunia Eropa inilah yang nantinya mempunyai hubungan penting dengan sejarah Indonesia.
Sekitar abad ke 15-16 Masehi di Eropa, tengah mengalami sebuah periode sejarah terpenting mereka. Periode tersebut dinamakan oleh para sejarawan yaitu periode renaissance. Periode ini ditandai dengan munculnya penghargaan terhadap estetika, etika dan rasionalitas. Renaissance muncul akibat adanya bermacam-macam krisis di Eropa, baik krisis politik hingga pemikiran. Kita akan memfokuskan ke wilayah rasionalitas, iya betul sekali ini berkaitan dengan akal manusia. Rasionalitas ini lah yang memunculkan beberapa ilmu baru yang tadinya ilmu-ilmu ini tidak dapat berkembang sebelum abad ke 15. Beberapa contoh ilmu atau pengetahuan yang menjadikan faktor munculnya penjelajahan samudera yaitu mengenai bentuk dunia. Sebelum abad ke 15, bangsa Eropa memahami dan mempercayai bahwa bentuk dunia adalah datar (Flat Earth) dan dunia mempunyai ujung, serta dilautan mempunyai banyak monster-monster laut yang menakutkan (kalau kita pernah menonton film Pirates of Carribean, seperti itulah kira-kira alam fikiran bangsa Eropa pada masa lalu). Hal inilah yang membuat bangsa Eropa pada masa sebelum abad ke 15 agak kurang berani melakukan pelayaran yang jauh. Namun karena munculnya tokoh-tokoh ilmuwan baru seperti Coppernicus dan Galileo yang memunculkan salah satu teorinya bahwa Bumi itu bukan berbentuk datar, namun bulat seperti bola, maka mulai banyak orang-orang di Eropa melakukan perjalanannya ke Samudera untuk membuktikan teori tersebut. Jadi wajar saja, dahulu pekerjaan pelaut itu menjadi pekerjaan yang dianggap pekerjaan yang paling hebat, karena membutuhkan kekuatan fisik dan mental.
Selain teori mengenai bentuk dunia, bangsa Eropa juga mulai mempelajari mengenai ilmu navigasi yang tujuannya adalah untuk menuntun mereka menuju atau mengeksplorasi ke “Dunia Baru”nya. Betul, kompas menjadi sebuah alat navigasi yang mulai dikembangkan dan dipelajari mereka. Selain kompas, mereka juga mulai merancang dan membuat kapal-kapal besar yang nantinya mereka gunakan untuk melakukan penjelajahan samudera. Mereka memang membutuhkan kapal yang berbadan besar untuk memuat keperluan-keperluan mereka selama perjalanan, seperti bahan makanan, obat-obatan dan pastinya orang-orang yang berperan sesuai tugasnya masing-masing dikapalnya.
Perang Salib yang berlangsung sekitar 6 abad lamanya (abad ke 11-17 Masehi) juga menjadi salah satu penyebab pendorong bangsa Eropa berlayar kelautan. Terutama pada tahun 1453, ketika Konstantinopel yang tadinya merupakan wilayah kekuasaan Romawi Timur harus menerima penaklukan dari Turki Utsmani (Ottoman). Jatuhnya Konstatinopel membuat jalur perdangan Eropa menuju Asia atau sebaliknya terputus, karena jalur ini ditutup oleh penguasa barunya. Dampak penutupan ini ternyata mempengaruhi perekonomian dan perdagangan di Eropa, harga barang-barang seperti rempah menjadi naik dan mahal karena sulitnya mendapatkan rempah, yang ketika itu barang ini sangat diperlukan oleh bangsa Eropa. Harga rempah bisa dibilang dapat menandingi harga emas. Hal ini lah yang memicu bangsa Eropa untuk mencari rute baru yang lebih aman, dan mencari sumber barang tersebut.
Peristiwa jatuhnya Konstatinopel yang membuat mereka berlayar, tidak hanya berdampak dengan motif perdagangan saja, namun juga memunculkan semangat penaklukan (reconquesta) terhadap orang-orang Islam. Semangat 3G (Gold/Kekayaan, Glory/Kejayaan, Gospel/Penyebaran Agama) juga terbangun seiring ketika mereka melakukan penjelajahan. Salah satu bangsa yang melakukan pelayaran dengan menggelorakan semangat reconquesta sambil berdagang yaitu adalah Portugis. Oleh sebab itulah nantinya banyak penolakan-penolakan oleh raja-raja maupun penguasa di beberapa daerah di Nusantara terhadap kedatangan bangsa Portugis. Jadi, sentimen terhadap peristiwa Perang Salib pada saat itu memang cukup menggelora.
Bersamaan dengan peristiwa itu dan proses perjalanannya waktu, pada abad ke 15, mulai berkembang apa yang dinamakan konsep kolonialisme dan imperialisme. Dua konsep ini terbangun dan diterapkan oleh bangsa Eropa ke wilayah yang baru mereka temukan, salah satunya adalah Nusantara. Mereka semakin lama semakin serakah setelah mereka menemukan pusat dari barang yang selama ini mereka cari. Nama kepulauan Nusantara semakin menggema ke penjuru Eropa, sehingga memicu bangsa-bangsa Eropa lainnya mulai satu persatu berlayar ke kepulauan ini. Dimulai dari situlah, sejarah baru Indonesia dimulai, sejarah penjajah yang membuat orang-orang yang berada dikepulauan Nusantara (dulu pada masa penjajahan disebut sebagai Hindia) berangsur bersatu untuk melawan penjajahan dan membentuk satu identitas baru yang kita kenal sebagai Bangsa Indonesia.